PENGARUH ETIKA BISNIS TERHADAP GOOD CORPORATE GOVERANCE (PT. INDOFOOD. TBK)
ETIKA BISNIS
PENGARUH ETIKA
BISNIS TERHADAP GOOD CORPORATE GOVERANCE
(PT. INDOFOOD. TBK)
Nama : Anggun Rizki Apriliani
Kelas
: 3EA27
NPM : 11214260
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Salah satu tujuan penting dalam
penirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejateraan pemilikannya
tau pemegang sahamm dengan memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui
peningkatan nilai perusahaan. Pningkatan nilai perusahaan bias dilihat bila
perusahaan mampumencapai laba yang sudah ditagretan peusahaan. Laba yang
diperoleh perusahaan akan mampu memberikan dividen kepa pemegang saham, meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Selain untuk
keuntungan para pemegang saham dan naikan laba perusahaan juga harus tanggung
jawab hukum yang legal kepda pemerintah dan juga tanggung jawab sosial dan
lingkungan kepda masyarakat dan karyawan. Dalam melaksanakan kegiatan oprasional
perusahaan dan berinteraksi secaara langsung atau tidak langsung yang bersal
dari lingkungkungan dan berakir juga pada dikonsumsi lingkungan pula. Corporate
govermance merupakan sarana, mekanisme dan struktur yang brperan sebgai
pengawasan. Pengelolaan perusahaan yang terbuka mencegah terjadinya self srving
behavior. Corporate govenace diartikan sebagai interaksi anatara struktur dan
mekanisme yang manjamin adanya pengawasan dan acuntabilitas, tapi harus
mendorong efisiensi dan kinerja dalam sebuah perusahaan.
Perusahaan merupakan badan usaha
yang mengolah aktivasi produksi dengan efisien. Banyak perusahaan yang merugui
dan bahkan tutup dikarenakan perusahaan tidak memperhatikan stakeholdernya dan
dikarenakan hal tersebut mulailah konsep yang disebut corporate govermance.
Manajemn perusahaan dapat menentukan kebijakan penggunaan metode akutansi dalam
menyusun laporan keuangan untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Melakukan penyusunan laoran keuangan harus berdasarkan akuntasi berbasis akural,
dalam menggunkan hal ini lebih baik dari pada menggunakan aspek penerimaaan dan
pengeluaran kas terkini yang kurang akurat. Dari pengalaman Amerika Serikat
yang harus melakukan restrukturisasi corporate
governance sebagai akibat market
crash pada tahun 1929. Corporate
governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya
krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih
terasa hingga saat ini. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada
saat ini juga ditengarai karena tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG,
beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp, Worldcom, Xerox dan lainnya
melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan tidak diterapkannya
pronsip-prinsip GCG.
Good
corporate governance
merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari
mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard
definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari
mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Pelanggaran yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Goverance dikalangan
perusahaan Indonesia terjadi karena sangat minimnya paraturan yang jelas ata
hak dan kewajibn pihak-pihak yang terkait dengan kinerja perusahaan.
Menyebabkan kenadali kinerja perusahaan menjadi sangat longgar. Penerapan Good
cooperate governanve dianggap mampu untuk memminimalisir terjadinya konflik
keagenan, untuk menjaga hubungan baik dengan dan menjamin terpenihinya hal
pihak yang berkepentingan. Pelaksaan GC harus didukung dengan organ perusahaan
yang menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan tugasnya.
Berbisnis secara etis adalah
berbisnis yang memberikan nilai tamba yang menyeruluh bagi semua pihak. Bila
satu perusahaan memberikan nilai tambah pada satu pihak seperti pemagang saham
atara para pemegang saham tersebut dengan mengabaikan kepentingan pihak lain
seperti karyawan atau masyarakat kita harus waspada. Benefit dari menjalankan
bisnis secara etis aalah bahwa bisnis itu tumbuh secara berkelanjutan. Bila
semua pihak yang bekepentingan seperti kayawan, pemegang saham, regulator,
konsumen mendapat manfaat nyata dari bisnis, maka dengan sendirinya bisnis itu
akan tumbuh dengan sendirinya. Economic Value Added
(EVA) dan Market Value Added (MVA) mencoba mengukur nilai tambah yang
dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal (cost of
capital) yang timbul akibat adanya investasi yang dilakukan. Metode Economic
Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) berusaha mengukur nilai tambah
yang dihasilkan perusahaan dengan memperhatikan biaya modal yang meningkat,
karena biaya modal menggambarkan suatu resiko bagi perusahaan. Dengan itu para
manajer berfikir dan bertindak seperti para investor, untuk memaksimalkan
tingkat pengembalian dan meminimulmkan tingkat biaya modal sehingga nilai
tambah perusahaan dapat dimaksimalkan.Economic Value Adde (EVA) merupakan
indikator penciptaan nilai dari suatu investasi. Market Value Added (MVA) merupakan
perbedaan antara nilai modal yang ditanamkan di perusahaan sepanjang waktu dari
investasi modal, pinjaman, laba ditahan, dan uang yang bisa diambil sekarang
atau sama dengan selisih antara nilai buku dengan nilai pasar perusahaan.
Kegunaan modal intelektual sebagai alat untuk menentukan nilai perusahaan,bahwa
faktor utama pertumbuhan perusahaan
adalah nilai buku perusahaan. Nilai pasar perusahaan terdiri dari modal
keuangan dan “ada hal lain”. Modal keuangan merujuk
pada nilai buku perusahaan dan dibentuk oleh keuangan perusahaan dan aset fisik. Sedangkan hal lain merujuk
pada modal intelektual perusahaan
yang didefinisikan sebagai sumber daya yang dihasilkan dari pembelajaran
internal dan pengembangan dari pengembangan
hubungan yang memiliki nilai. Banyak faktor yang dapat membuat perusahaan menjadi lebih
kokoh, dan bukan hanya ditunjukkan dengan aset fisik saja. Namun, dapat pula
berupa suatu jumlah stockholder’s equity yang positif, kekuatan pada kinerja
perusahaan, kemampuan intellectual perusahaan, inovasi yang terus-menerus dan
pengambilan tindakan yang tepat. Kemampuan tersebut hanya mungkin terwujud jika
perusahaan secara efektif mengembangkan intellectual capital yang dimilikinya
(Anantadjaya, 2009).
Faktor -faktor
yang mempengaruhi kinerja keuangan antara lain Good Corporate Governance GCG). Karena
prinsip-prinsip dasar dari GCG pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan pada kinerja keuangan suatu perusahaan. Semakin baik corporate governance yang dimiliki suatu perusahaan maka
diharapkan semakin
baik pula kinerja dari suatu perusahaan tersebut. Good
Corporate Governance salah
satu elemen kunci untuk meningkatkan
efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya.
Tujuan Intellectual
capital merupakan aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan sebagai basis
kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi keunggulan perusahaan (Indra
& Anantadjaya, 2011). Intellectual Capital memiliki komponen penting
(Feimianti, 2013) yaitu Physical Capital (VACA), Human Capital (VAHU), dan
Structural Capital (STVA). Ketiga komponen tersebut merupakan pengeluaran yang
jika diterapkan secara efektif dan efisien, maka akan memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap kemajuan perusahaan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh etika bisnis
terhadap Good
corporate governance PT.Indofood.Tbk ?
2. Bagaimana
pengaruh etika bisnis terhadap intelektual capital PT.Indofood.Tbk ?
3.
Bagaimana pengaruh etika bisnis terhadap EVA, MVA PT.Indofood.Tbk
?
1.3.Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh etika bisnis terhadap Good corporate governance
PT.Indofood.Tbk.
2.
Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh
etika bisnis terhadap intelektual capital PT.Indofood.Tbk.
3.
Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh
etika bisnis terhadap EVA dan MVA PT.Indofood.Tbk.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1.Good Corporate Governance
GCG merupakan proses pengelolaan
perusahaan dalam suatu negara dengan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) serta penggunaan sumber daya dengan cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
Dua penyebab pentingnya isu good corporate governance, yaitu: (1) perubahan
lingkungan yang sangat cepat yang berdampak pada peta kompetisi pasar global
dan (2) semakin banyak dan kompleksnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan termasuk kompleksnya struktur kepemilikan perusahaan sehingga
berimplikasi terhadap manajemen stakeholders (Berman et al, 1999; Clarkson,
1998; Harrison & Freeman, 1999 dalam Syakhroza, 2000). Kondisi tersebut
akan menimbulkan turbulensi, stress, risiko dan ketidakpastian bagi perusahaan.
Hal ini menuntut respon perusahaan terhadap ancaman dan peluang dalam merancang
dan menggunakan strategi serta sistim pengendalian yang prima untuk
mempertahankan sustainabilitity-nya.
Good corporate governance akan
tercipta jika terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) dalam rangka pencapaian tujuan
perusahaan. Untuk mengetahui apakah kesimbangan kepentingan telah tercipta maka
sistem pengendalian harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan
iklim yang kondusif bagi tercapainya tujuan bersama. Oleh karena itu dibutuhkan
sistim pengukuran yang mampu menyerap semua dimensi strategis dan operasional
perusahaan dan juga dibentuknya pusat informasi. Konsep BSC merupakan sistim
pengukuran kinerja yang komprehensif dan pengukuran kinerja berdasarkan konsep
GCG dapat dikatakan sebagai pengembangan konsep BSC karena konsep GCG
mengakomodasi kepentingan internal perusahaan (pemilik perusahaan, CEO dan
senior manajemen lainnya) serta pihak eksternal (pendana, pelanggan, pasar
modal dan publik).
Forum for Corporate Governance (FCGI) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan
definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perus-ahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sis-tem yang mengatur dan mengendalikan perus-ahaan." Pengertian
GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan,
dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu
Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan
Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli
2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance
adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan
nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, secara
singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi
stakeholders.
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Brigham &
Houston (2006: 26-31) para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perus-ahaan,
yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan
potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori ke-agenan (agency
theory). Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih
individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain,
yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan
kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Konsep teori agensi
adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal memerkerjakan
agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian
otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan
Govindarajan 2005). Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang
saham bertindak sebagai prinsipal dan Chief Executive Officer(CEO) sebagai agen
mereka. Pemegang saham memerkerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Konflik inilah yang kemudian dapat memicu kos agensi.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan kos agensi dalam tiga jenis: kos
monitoring (monitoring cost), kosbonding (bonding cost) dan kos residual
(residual cost).
Eisenhardt (1989)dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga
asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri
(self-interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
masa mendatang (bounded rationality) dan (3) manusia selalu menghindari risiko
(risk-averse). Dari asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat dilihat bahwa
konflik agensi yang sering terjadi antara manajer dengan pemegang saham dipicu
adanya sifat dasar tersebut.
2.1.2. Prinsip-Prnsip GCG
Secara
umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
1.
Transparency
(keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengam-bilan keputusan dan keterbukaan dalam menge-mukakan informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas),
yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusaha-an terlaksana secara efektif.
3. Responsibility
(pertanggungjawaban), yaitu kese-suaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan
perusa-haan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan
yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu
suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang ber-laku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran),
yaitu perlaku-an yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanji-an serta peraturan perundangan yang berlaku.
Esensi dari corporate governance adalah pening-katan kinerja
perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akunta-bilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.
2.2.EVA
(Economic Value Added)
Economic
Value Added merupakan sebuah ukuran laba ekonomis yang dapat ditentukan dari
selisih antara Laba Bersih Operasional Setelah Pajak (Net Operating Profit
After Tax) dengan biaya Modal. Biaya modal ini ditentukan melalui biaya
rata-rata tertimbang dari Hutang dan Ekuitas (Weighted Average Cost of Debt and
Equity Capital – “WACC") dan jumlah dari modal yang digunakan (Stewart,
2010).
Perhitungan Economic
Value Added (EVA)
Interpretasi Perhitungan
EVA
Dari perhitungan akan
diperoleh kesimpulan dengan interpretasi hasil sebagai berikut:
1.
Jika EVA > 0 hal ini
menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
2. Jika EVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah
ekonomis bagi perusahaan.
3. EVA = 0 hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah
digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun
pemegang saham.
2.2.1.
Keunggulan Economic
Value Added (EVA) menurut Mulia (2002: 133) :
1.
Memfokuskan pada nilai
tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.
2.
Memperhatikan harapan
para penyandang dana secara adil yang dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari
struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan pada nilai buku.
3.
Perhitungan Economic
Value Added (EVA) digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding,
seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.
4.
Digunakan sebagai dasar
penilaian pemberian bonus kepada karyawan terutama divisi yang memberikan nilai
tambah lebih.
5.
Pengaplikasian yang
mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah
dihitung, dan mudah digunakan sehingga merupaka salah satu pertimbangan dalam
mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
2.3.Market Value Added (MVA)
Menurut Steward (dalam
Rahayu, 2007: 32), Market Value Added (MVA) suatu pengukur kinerja yang tepat
untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi
pemiliknya. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang
saham) akan bertambah bila Market Value Added (MVA) bertambah. Peningkatan
Market Value Added (MVA) dapat dilakukan dengan cara meningkatkan Economic
Value Added (EVA) yang merupakan pengukuran internal kinerja operasional
tahunan, dengan demikian Economic Value Added (EVA) mempunyai hubungan yang
kuat dengan Market Value Added (MVA).
Perhitungan MVA menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004),

Indikator yang digunakan
untuk mengukur Market Value Added (MVA) menururt Young dan O’Byrne (2001: 27),
yaitu :
1.
jika Market Value Added
(MVA) > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal
yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
2.
jika Market Value Added
(MVA) < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
2.4. Intelektual Capital
Modal intelektual
adalah pengetahuan yang ditransfer untuk menghasilkan nilai aset yang tinggi
guna meningkatkan nilai perusahaan. Selanjutnya
Brennan menyatakan bahwa nilai dari modal intelektual adalah perbedaan antara nilai pasar dengan nilai buku
perusahaan. Abeysekera dan Guthrie 2005 mendefinisikan
modal intelektual adalah modal yang tidak diperhitungkan dalam sistem akuntansi tradisional, bisa dinyatakan bahwa nilai pasar
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa diantaranya bisa
dikontrol dan lainnya tidak bisa dikontrol oleh perusahaan.
![]() |
1. Value Added Capital Coefficient VACA
VACA adalah perbandingan antara value added VA dengan modal fisikyang
bekerja CA. Rasio ini adalah sebuah indikator untuk VA yang
dibuat oleh satu unit modal fisik
dengan formula sebagai berikut:
VACA = VA/CA
VA = selisih antara output dan input
VA = OUT – IN
Dimana: Out = Output: total penjualan dan pendapatan lain. In = Input: beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban karyawan).
Dimana: Out = Output: total penjualan dan pendapatan lain. In = Input: beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban karyawan).
2. The Human Capital Coefficient VAHU
VAHU adalah seberapa besar VA dibentuk oleh
pengeluaran rupiah pekerja. Hubungan antara
VA dan HC mengindikasikan kemampuan
HC membuat nilai pada sebuah perusahaan. Jadi hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC membentuk
nilai dalam sebuah perusahaandengan
formula sebagai berikut:
VAHU = VA/HC
Dimana: Human Capital = total Expenditure on Employees
3. Structural Capital Coefficient STVA
STVA menunjukkan kontribusi modal struktural SC
dalam pembentukan nilai. Dalam model Pulic, SC merupakan VA dikurangi HC. Kontribusi
HC pada pembentukan nilai lebih besar kontribusi SC dengan formula sebagai berikut:
STVA = SC/VA
Dimana: Structural Capital = Value added – Human capital.
2.5. Etika
Bisnis
Kegiatan bisnis sering
diidentikkan dengan mencari untung yang sebesar-besarnya. Di Indonesia, para
pelaku bisnis memegang prinsip ini, Akibatnya dalam dunia bisnis segala cara
seolah dihalalkan asal mendapat untung. Para pelaku bisnis kadang kala tidak
peduli apakah ada pihak lain yang dirugikan atau menderita karena praktek
bisnis yang dilakukannya. Kecenderungan-kecenderungan tersebut tampak pula di
dunia usaha kita dewasa ini. Etika
dalam banyak hal tampak dikesampingkan, termasuk etika untuk mematuhi hukum
dari aktivitas bisnis yang berhubungan dengan antara lain upah buruh,
pencemaran lingkungan, perlindungan konsumen, ganti rugi tanah, hubungan
kreditur debitur, keterbukaan dalam pasar modal, persaingan dagang yang adil,
perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan sebagainya. Pengejawantahan
dan penegakan etika bisnis ternyata harus berhadapan dengan suatu sikap
pesimistis, karena realitas masyarakat kita mendorong munculnya sikap demikian.
Kinerja bisnis nasional kita sangat jauh dari kaidah-kaidah moral. Penerapan
bidang tersebut dalam bisnis nasional kita secara umum menimbulkan kesan tidak
diperhatikannya nilai-nilai moral yang hidup dalam masyarakat.
BAB
IV
PEMBAHSAN
Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Good
corporate governance PT. Indofoof.Tbk
GCG merupakan proses
pengelolaan perusahaan dalam suatu negara dengan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) serta penggunaan sumber daya dengan cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan
akuntabilitas. Dua penyebab pentingnya isu good corporate governance, yaitu:
(1) perubahan lingkungan yang sangat cepat yang berdampak pada peta kompetisi
pasar global dan (2) semakin banyak dan kompleksnya pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan termasuk kompleksnya struktur kepemilikan
perusahaan sehingga berimplikasi terhadap manajemen stakeholders. Good
corporate governance akan tercipta jika terjadi keseimbangan kepentingan antara
semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan. Untuk mengetahui apakah kesimbangan kepentingan
telah tercipta maka sistem pengendalian harus dirancang sedemikian rupa
sehingga mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi tercapainya tujuan bersama.
Oleh karena itu dibutuhkan sistem pengukuran yang mampu menyerap semua dimensi
strategis dan operasional perusahaan dan juga dibentuknya pusat informasi.
Konsep BSC merupakan sistim pengukuran kinerja yang komprehensif dan pengukuran
kinerja berdasarkan konsep GCG dapat dikatakan sebagai pengembangan konsep BSC
karena konsep GCG mengakomodasi kepentingan internal perusahaan (pemilik
perusahaan, CEO dan senior manajemen lainnya) serta pihak eksternal (pendana,
pelanggan, pasar modal dan publik).
Misi dan Nila-nilai PT.
Indofood Tbk memberikan
solusi atas kebutuhan pangan secara berkelanjutan senantiasa meningkatkan
kompetensi karyawan, proses produksi and teknologi kami Memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan Meningkatkan
stakeholders’ values secara berkesinambungan. “Dengan disiplin sebagai falsafah
hidup; Kami menjalankan usaha kami dengan menjunjung tinggi integritas; Kami
menghargai seluruh pemangku kepentingan dan secara bersama-sama membangun
kesatuan untuk mencapai keunggulan dan inovasi yang berkelanjutan”
Perseroan memiliki Kode Etik
Perusahaan atau Code of Conduct yang ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2012 serta
telah ditandatangani oleh Direksi. Kode Etik Indofood merupakan salah satu
bentuk komitmen Perseroan atas implementasi GCG dan merupakan sekumpulan
komitmen yang terdiri dari Etika Bisnis dan Etika Kerja Karyawan yang disusun
untuk mempengaruhi, membentuk, mengatur dan melakukan kesesuaian tingkah laku
sehingga tercapai output yang konsisten dan sesuai dengan budaya Perseroan
dalam mencapai visi dan misinya. Kode Etik Perseroan berlaku bagi Komisaris, Direksi
dan karyawan Indofood (“Anggota”) dalam menjalankan etika berbisnis dan pekerjaannya
masing-masing. Kode Etik Indofood harus dipahami serta wajib dilaksanakan oleh
setiap Anggota. Pelanggaran Kode Etik merupakan bentuk pelanggaran terhadap
persyaratan dan kondisi ketenagakerjaan serta dapat mengakibatkan pemberian
sanksi sampai dengan tindakan disipliner bagi Anggota yang melakukan
pelanggaran tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Kode Etik disosialisasikan
kepada Anggota melalui berbagai media komunikasi antara lain portal internal
serta pertemuan tatap muka. Kebijakan dasar Kode Etik Indofood terdiri atas:
Etika Bisnis
Etika Kerja Anggota.
Etika Kerja Anggota.
Etika Bisnis Indofood mengatur
antara lain :
1.
Ketaatan terhadap hukum dan
peraturan.
2.
Pengelolaan hubungan dengan pemegang
saham.
3.
Pengelolaan hubungan dengan
pelanggan.
4.
Pengelolaan hubungan dengan mitra
usaha.
5.
Kerahasiaan informasi dari transaksi
bisnis dengan mitra usaha.
6.
Tanggung jawab sosial.
7.
Pemeliharaan lingkungan.
8.
Keselamatan dan kesehatan kerja.
9.
Perlakuan yang wajar.
Etika Kerja mengatur antara lain:
1.
Ketaatan Anggota terhadap hukum dan
peraturan.
2.
Larangan melakukan penyalahgunaan
kekuasaan dan melakukan tindak kekerasan.
3.
Kewajiban Anggota untuk menjaga dan
memelihara penggunaan aset berwujud dan tidak berwujud milik perusahaan.
4.
Larangan melakukan aktivitas lain di
luar pekerjaan yang dapat merugikan perusahaan, Transaksi dengan pihak terkait
yang merugikan perusahaan.
5.
Larangan menerima gratifikasi.
6.
Larangan menggunakan obat-obatan dan
minuman keras.
7.
Larangan mengikuti aktivitas
perjudian.
8.
Larangan membawa senjata.
9.
Hubungan organisasi/politik.
10.
Larangan melakukan praktik insider
trading.
Kode Etik Indofood sejalan dengan
budaya perusahaan yang dibangun melalui nilai-nilai dasar yang dianut (core
values) yaitu: disiplin, integritas, menghargai, kesatuan, keunggulan dan
inovasi.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab,
dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan
kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
Hubungan
corporate goverance dengan corporate social responsibility
Keberadaannya corpotare goverance
dengan CSR beriiringan untuk mencapai keberlangsungan perusahaan dalam jngka
panjang. Corporate goverance merupakan pilar dari melaksanakan tanggung jawab
sosaial perusahaan. Pendapatan itu diperkuat dengan ISO 26000 dan Global
Reporting Initiative (GRI) mengenai pedoma pengukuran landasan dalam
pelaksanaan CSR. Manajerial dalam teori pemegang saham berargumen bahwa
kekuatan pemegang saham di dalam sebuah perusahaan merupakan fungsi
pengendalian yang dilakukan perusahaan dalam penggunaan sumber daya yang
digunakan oleh perusahaan. Sehingga manajemen dalam bertindak tidak hanya
mementingkan kepintangan perusahan atau individu saja tapi juga harus
mempertimbangkan stakeholder lainnya. CSR punya 3 dimensi yaitu corporate
govermance, CSR dan akuntabilitas lingkungan. Perusahaan yang menerapkan etika
bisnis memiliki komitmen yang besar dalam menjalankan kegiatan CSR. Perusahaan
yang menerapkan etika bisnis akan lebih banyak mengungkapkan CSR dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak menerapkan etika bisnsis hal tersebut disebabkan
agency cost yang terjadi pada perusahaaan lebih rendah. Seperti yang dilakukan
PT. Indofood.Tbk yang mengungkapkan program CSR nya.
Indofood meyakinkan bahwa pelaksanaan tata
kelola perusahaan yang baik merupakan landasan untuk menciptakan nilai tambah
yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan. Perseroan menjalankan
kegiatan usahanya secara bertanggung jawab dan etis, dengan senantiasa berupaya
mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Indofood telah
menyusun Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (“Kebijakan GCG”) berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Anggaran Dasar
Perseroan (“AD”), serta prinsip-prinsip Tata
Kelola Perusahaan (“GCG”) yang mengedepankan aspek transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
Kelola Perusahaan (“GCG”) yang mengedepankan aspek transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
Berdasarkan
Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), Organ
Perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Dewan Komisaris dan
Direksi. Ketiga organ Perseroan ini didukung oleh Komite dan Sekretaris
Perusahaan, yang berperan penting dalam pelaksanaan GCG yang baik. Organ
Perseroan menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, AD, serta prinsip GCG.
Intelektual
Capital
pengetahuan yang ditransfer untuk menghasilkan nilai aset yang
tinggi guna meningkatkan nilai
perusahaan.
VAIC = VACA + VAHU + STVA
Hasil perhitungan intelektual capital laporan keuangan tahunan PT.
Indofood.Tbk Tahun 2013,2014 dan 2015. (dalam jutaan rupiah)
2013
|
2014
|
2015
|
|
VACA
|
-2.42
|
-2.72
|
-3.16
|
VAHU
|
-4.39
|
-3.56
|
-0.38
|
STVA
|
1.23
|
1.28
|
1.25
|
VAICA
|
-5.57
|
-5
|
-2.28
|
Hal ini menunjukan PT.
Indofood , Tbk kurang baik dalam memanfaatkan capital employed/physical capital
yang dimilikinya dalam upaya untuk menciptakan VA. perusahaan tersebut belum
mengoptimalkan capital employed/physical capital yang dimilikinya dengan
melihat nilai VACA ditahun 2013 sampai 2015 memilikihasil yang negative.
Dengan cara yang sama nilai VAHU untuk PT.
Indofood , Tbk yang dijadikan periode 2013-2015 dapat dihitung sebagai
indikator besarnya value added yang dihasilkan dari dana yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja. Dengan melihat nilai VAHU -4.39,
-3.56 dan -0.38 maka perusahaan tersebut belum memanfaatkan dana pengembangan karyawan
yang dimilikinya secara optimal dalam menciptakan value added bagi perusahaan.
Dengan cara yang sama
nilai SC untuk PT. Indofood Tbk. yang dijadikan periode dapat dihitung. Nilai
SC yang dimiliki perusahaan cukup berfluktuasi 2013 Rp. -40.502.200, 2014 Rp.
-49.292.489 dan 2015 Rp. -52.087.427.
perusahaan dalam memanfaatkan intelektual dan inovasi manusia
untuk menciptakan kekayaan dan juga merupakan nilai dari prosedur, teknologi,
rutinitas, dan sistem yang berada di dalam perusahaan di lihat dari hasil STAVA
2013 1.23, 2014 1.28 dan 2015 1.25.
Diliahat dari VAICA tahun 2013 sampai 2015 menunjukan hasil yang
berfruktuasi menaik menandakan penerapan IC pada perusahaan manufaktur di
Indonesia belum begitu besar hasil terendah dimiliki tahun 2013 -5.57 dan hasil
tertinggi tahun 2015 -2,28.
Perseroan berkomitmen untuk terus
mengelola SDM yang merupakan aset utama perusahaan, dan fokus pada peningkatan
kualitas SDM sebagai salah satu kunci keberhasilan dan kesinambungan kinerja
Perseroan. Keberadaan Pusdiklat ini diharapkan akan semakin membuka peluang
bagi diselenggarakannya berbagai pelatihan leadership, soft skill, maupun
pelatihan khusus lainnya sebagai upaya meningkatkan wawasan dan keilmuan serta
keterampilan dan kemampuan karyawan. Perseroan berupaya untuk menciptakan
suasana kerja dan hubungan industrial yang baik serta memenuhi kesejahteraan
karyawan, menjadikannya sebagai salah satu “Great Working Place” di Indonesia,
dan menjadi tempat bagi para karyawan untuk memberikan kontribusi sesuai dengan
nilai-nilai Perseroan.
Economic Value Added (EVA)
EVA = NOPAT - CAPITAL
CHANGE
Hasil perhitungan
economic value added laporan keuangan tahunan PT. Indofood.Tbk Tahun 2013,2014 dan 2015.
(dalam jutaan rupiah)
2013
|
2014
|
2015
|
|
NOPAT
|
Rp. 5.465.909
|
Rp. 5.380.515
|
Rp. 5.029.254
|
CAPITAL GHANGE
|
Rp. 3.816.339.878
|
Rp. 5.138.368.985
|
Rp. 9.274.633
|
EVA
|
Rp. -3.810.873.949
|
Rp. -5.132.988.470
|
Rp. -4.245.379
|
Economic Value Added merupakan sebuah ukuran
laba ekonomis yang dapat ditentukan dari selisih antara Laba Bersih Operasional
Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax) dengan biaya modal. Peniliaan
modal dengan metode EVA memiliki hasil yang
berfariasi tergantung pada hasil di setiap tahunnya. Hal ini di
karenakan capital changes dan nopat. Pada tahun 2013 sampai 2015 menununjukan
hasil EVA yang negative maka dapat diartikan bahwa tingkat pengembalian yang
dihasilkan PT. Indofood Tbk lebih kecil dari pada tingkat biaya yang
dikeluarkan. Pada tahun 2013 PT.
Indofood Tbk menghasilkan EVA yang negative sebesar Rp.
-3.810.873.949 menunjukkan bahwa pada perusahaan tidak terjadi nilai tambah
ekonomis bagi pemegang saham PT.
Indofood Tbk. Tahun 2014 hasil EVA sebesar Rp.
-5.132.988.470 hasil ini menunjukan bahwa pada perusahaan tidak terjadi nilai
tambah ekonomis bagi pemegang saham PT. Indofood Tbk. Tahun 2015 hasil EVA
sebesar Rp. -4.245.379 hasil ini menunjukan bahwa perusahaan tidak terjadi
nilai tambah ekonomis bagi pemegang saham PT. Indofood Tbk. Penurunan
ini disebabkan oleh penurunan komponen EVA seperto NOPAT dan Capital Change.
Hasil perhitungan NOPAT
pada tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2014 Rp. 351.261. dan
pada tahun 2014 NOPAT mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013 Rp.
85.394
Biaya hutang (rd*)
perusahaan mengalami peningkatan dari 0,053 ditahun 2013, mengalamai kenaikan
ditahan 2014 0,073 dan mengalami penurunan di tahun 2015 0,064.. Peningkatan
ini disebabkan oleh kenaikan proporsi hutang dari Rp.20.248.351 menjadi Rp.
22.028.823 menjadi Rp. 23.602.395.
Kondisi kenaikan biaya hutang dan biaya ekuitas
perusahaan mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) mengalami peningkatan karena WACC diperoleh dari penjumlahan proporsi
biaya hutang dengan proporsi biaya ekuitas.
Nilai WACC pada tahun 2013 sebesar 6,08%, 8,044% tahun 2014 menjadi 13,9% tahun 2015. Selain itu, kondisi ini
tidak dipengaruhi karena proporsi ekuitas dalam
struktur permodalan mengalami penurunan dari
49,14% tahun 2013, 47,94% tahun 2014 menjadi 14,09% di tahun 2015.
Nilai Invested Capital (IC) perusahaan mengalami
peningkatan dari tahun yang sebelumnya sebesar Rp62,768,474 Pada tahun 2013, nilai
IC perusahaan sebesar Rp63,910,062 tahun 2014 meningkat menjadi Rp66,723,980 di
tahun 2015. Peningkatan ini disebabkan oleh penurunan jumlah hutang beban dan
peningkatan jumlah aset perusahaan. Hutang beban yang merupakan bagian dari non
interest bearing liabilities sebagai pengurang total aset perusahaan untuk
mendapatkan nilai IC. Nilai hutang beban pada tahun 2013 lebih besar daripada
tahun 2014 dan 2015.
Market Value Added (MVA)
Market Value Added (MVA) menunjukkan
kinerja pasar dari suatu perusahaan. Metode pengukuran ini dapat menggambarkan
seberapa besar kemampuan perusahaan atas modal yang dimiliki investor karena
melibatkan harga saham sebagai komponen utamanya. Harga saham mencerminkan
kekuatan interaksi antara pembeli dan penjual. Selain itu, munculnya informasi
baru mengenai perusahaan akan membuat permintaan dan penawaran berubah sehingga
menghasilkan nilai pasar yang berubah juga. Informasi tersebut salah satunya
adalah mengenai kinerja yang berkaitan dengan perusahaan. Pengaruh kinerja ini
terkait dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
atau laba. Semakin tinggi laba, harga saham pun akan bereaksi positif. Semakin
positif nilai MVA, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik,
karena telah berhasil melakukan penambahan nilai atas modal yang dipercayakan
investor kepada perusahaan

Hasil
perhitungan Market Value Added laporan keuangan tahunan PT. Indofood.Tbk Tahun 2013,2014 dan 2015.
(dalam jutaan rupiah)
2013
|
2014
|
2015
|
|
HARGA SAHAM
|
Rp. 6.600
|
Rp 6.750
|
Rp 5.175
|
JMLH SAHAM BREDAR
|
Rp 8.780.426.500
|
Rp 8.780.426.500
|
Rp 8.780.426.500
|
TOTAL EQUITAS
|
Rp 38.373.129
|
Rp 41.228.376
|
Rp 43.121.593
|
MVA
|
Rp 57.950.776.526.871
|
Rp 59.267.837.646.624
|
Rp 45.395.585.545
|
Hasil MVA PT. Indofood. Tbk di tahun
2013 sebesar Rp. 57.950.776.526.871. hal tersebut mengandakan bahwa perusahan
mampu memelihara kepercayaan investor atau pemegang saham atas modal yang
diberikan meningkatkan nilai modal yang telah
diinvestasikan oleh penyandang dana. Tahun 2014 hasil MVA sebesar Rp.
59.267.837.646.624. hasil tersebut menurun dari tahun sebelumnya 2013 namun
penurunan tersebut tidak terlalu signifikan dan ditahun 2014 PT. Indofood Tbk berhasil
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. Tahun
2015 hasil MVA sebesar Rp. 45.395.585.545 hasil ditahun ini menurun
secara signifikan dari tahun 2013 dan 2014 harga sahampun menurun dikarenakan
beberapa factor namun perusahaan berhasil
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. Maka
dapat disimpulkan bahwa PT. Indofood Tbk setelah dianalisis dari tahun
2013-2015 menggunkaan MVA mampu meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan
oleh penyandang dana.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Kegiatan bisnis sering
diidentikkan dengan mencari untung yang sebesar-besarnya. Di Indonesia, para
pelaku bisnis memegang prinsip ini, Akibatnya dalam dunia bisnis segala cara
seolah dihalalkan asal mendapat untung. Para pelaku bisnis kadang kala tidak peduli
apakah ada pihak lain yang dirugikan atau menderita karena praktek bisnis yang
dilakukannya. Kecenderungan-kecenderungan tersebut tampak pula di dunia usaha
kita dewasa ini. Indofood meyakinkan bahwa pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik
merupakan landasan untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan bagi
seluruh pemangku kepentingan. Perseroan menjalankan kegiatan usahanya secara
bertanggung jawab dan etis, dengan senantiasa berupaya mematuhi ketentuan dan
peraturan yang berlaku di Indonesia. Indofood telah menyusun Kebijakan Tata
Kelola Perusahaan (“Kebijakan GCG”) berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, Anggaran Dasar Perseroan (“AD”), serta
prinsip-prinsip Tata
Kelola Perusahaan (“GCG”) yang mengedepankan aspek transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
Kelola Perusahaan (“GCG”) yang mengedepankan aspek transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
Economic Value Added
(EVA) dari tahun 2013 sampai 2015 memiliki hasil yang negative dari PT.
Indofood Tbk. Dikarenakan penurunan komponen EVA seperto NOPAT dan Capital Change sehingga perusahaan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi
pemegang saham. Market Value Added (MVA) disimpulkan
bahwa PT. Indofood Tbk setelah dianalisis dari tahun 2013-2015 menggunkaan MVA
mampu meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
Intelektual capital PT. Indofood Tbk. perusahaan dalam
memanfaatkan intelektual dan inovasi manusia untuk menciptakan kekayaan dan
juga merupakan nilai dari prosedur, teknologi, rutinitas, dan sistem yang
berada di dalam perusahaan di lihat dari hasil STAVA 2013 1.23, 2014 1.28 dan
2015 1.25.
DAFTAR PUSTAKA
Abeysekera, I. 2006. The Project of Intellectual Capital
Disclosure: Researching the Research. Journal of Intellectual Capital. Vol 7.
No 1. 66-71.
Budiarso,S Novi. “Modal Intelektual dan Kinerja Perusahaan Studi
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Priode 2009-2012”.
Brigham, E. F. dan Gapenski. 1996. Intermediate Financial
Management. Fifth Edition. Dryden. Terjemahan J.F. Houston. 2001. Manajemen
keuangan. Edisi Kedelapan. Salemba Empat. Jakarta.
Gulo,Amonio
Wilmar dan Wita Juwita Ermawati . 2011 “Analisis Economic
Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) sebagai Alat Pengukur Kinerja
Keuangan PT SA”. Vol II, No. 2
Mahiswari,Laras
dan Paskah Ika Nugroho .2014.” Pengaruh Mekanisme Corpotare Goverance, Ukuran
Perusahaan dan Leverage Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Vol XVII
No.1. ISSN 1979-6471.
Rusdin. 2003. “Good Corporate Goverance dan Etika Bisnis dalam Upaya
Peningkatan Daya Saing”. Vol.2 No.1
Permasari
Indah dan Bambang Rismadi. 2013 “Intelectual Capital dan Retrun On Equity:
Analisa Metode Value Added Intellectual Coeficient di Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar BEI”. Bandung Vol. 2, No. 2. ISSN 2252-6242.
Prasetyono.
2011. “Analisis Ukuran Perusahaan, Penerapan Etika Bisnis dan Prakter
“Corporate Goverace” Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek)”.Vol 2 No.1. ISSN
2089-3590.
Puspita,
Viandina, Isnurhadi dkk. 2015.” Pengaruh Economic Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA) Terhadap Harga Saham Pada Persahaan Kelompok LQ-45 di Bursa
Efek Indonesia “. Vol. XII No 2.
Komentar
Posting Komentar